PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Antropometri adalah ilmu yang
mempelajari berbagai ukuran tubuh manusia.Dalam bidang ilmu gizi digunakan
untuk menilai status gizi. Ukuran yang seringdigunakan adalah berat badan dan
tinggi badan. Selain itu juga ukuran tubuhlainnya seperti lingkar lengan atas,
lapisan lemak bawah kulit, tinggi lutut,lingkaran perut, lingkaran pinggul.
Ukuran-ukuran antropometri tersebut bisaberdiri sendiri untuk menentukan status
gizi dibanding baku atau berupa indeksdengan membandingkan ukuran
lainnyaseperti BB/U, BB/TB. TB/U (Sandjaja,dkk., 2010)
Antropometri adalah ilmu pengukuran dan
seni aplikasi yang menetapkan geometri fisik, massa sifat dan kemampuan
kekuatan tubuh manusia (Leilanie dan Prado, 2010). The antropometri Data
memberikan informasi penting dalam produk / peralatan dan tempat kerja /
workstation desain (Hanson et al, 2009.; Tayyari, 2008).
Penyakit infeksi dan kekurangan gizi
terlihat kurang, kemakmuran ternyatadiikuti oleh perubahan gaya hidup. Pola
makan terutama di perkotaan bergeserdari pola makan tradisional yang banyak
mengkonsumsi karbohidrat, sayuran, makanan
berserat ke pola makan masyarakat barat yang komposisinya terlalubanyak
mengandung lemak, protein, gula, garam tetapi miskin serat. Sejalandengan itu
setahun terakhir ini mulai terlihat peningkatan angka
prevalensikegemukan/obesitas pada sebagian penduduk perkotaan, yang diikuti pula
padaakhir-akhir ini di pedesaan (Asmayuni, 2009).
Perhatian utama adalah mempersiapkan dan
meningkatkan kualitas penduduk usia kerja agar benar-benar memperoleh
kesempatan serta turut berperan danmemiliki kemmpuan untuk ikut dalam upaya
pembangunan. Salah satu upayapenting untuk mewujudkan hal tersebut adalah
pembangunan di idang kesehatandan gizi. Antropometri sebagai teknik yang
mula-mula dikembangkan dikalanganantropolog biologis, kini aplikasinya
menyentuh berbagai bidang antara lainkedokteran, olahraga, antropologigizi,
keperawatan, dan pediatric dalam ilmupertumbuhan anak. Antropolog seperti
Tanner, Bogin, Boucher, Malina, danUlijaszek mengembangkan teknik antropometri
yang dihubungkan dengan teoripertumbuhan manusia dari intra-uterine sampai
adolesentia akhir (sekitar 20tahun) (Barasi, 2008).
Aplikasi antropometri sebagai metode
bioantropologi ke dalam kedokteranmanjadi bermakna apabila disertai latar
belakang teori yang adekuat tentangpertumbuhan. Berdasarkan tujuan penelitian
pengukuran antropometri, setidak-tidaknya ada lima hal penting yang mewakili
tujuan pengukuran yaitu mengetahuikekern otot, kekekaran tualng, ukuran tubuh
secara umum, panjang tungkai dan lengan, serta kandungan lemak tubuh di
ekstremitas dan di torso. Dalampemakaian untuk penilaian status gizi,
antropometri disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur(TB/U) atau berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB), lingkar lengan atasmenurut umur (LLA/U) dan sebagainya (Barasi,
2008).
Bidang antropometri meliputi berbagai
pengukuran tubuh manusia, seperti berat, tinggi badan, dan ukuran, termasuk
ketak ketebalan, keliling, panjang, dan breadths. Antropometri adalah komponen
kunci dari penilaian status gizi pada anak-anak dan orang dewasa. Antropometrik
data untuk anak mencerminkan status kesehatan umum, kecukupan makanan, dan
pertumbuhan dan perkembangan dari waktu ke waktu. Pada orang dewasa, tubuh data
pengukuran yang digunakan untuk mengevaluasi status kesehatan dan diet, risiko
penyakit, dan perubahan komposisi tubuh yang terjadi selama umur dewasa.
Laporan ini menyediakan data referensi antropometrik untuk anak-anak AS dan
orang dewasa dari segala usia dilakukan di pusat-pusat pemeriksaan mobile.
Pusat-pusat penelitian yang dikelola oleh penuh-waktu personil, termasuk
teknisi kesehatan yang memperoleh pengukuran tubuh dari peserta survei. Semua
teknisi kesehatan NHANES menyelesaikan pengukuran tubuh program pelatihan
komprehensif yang digunakan rekaman video, demonstrasi, dan latihan praktek
dengan pemeriksa ahli. Kesehatan kinerja teknisi dipantau dengan cara
pengamatan langsung, review data, dan penilaian para ahli pemeriksa.
Non-patologis faktor yang mempengaruhi
distribusi antropometrik karakteristik, seperti usia, jenis kelamin dan wilayah
geografis, harus diperhitungkan. WHO Komite Ahli Status Fisik menekankan
perlunya lokal gender dan nilai-nilai referensi usia tertentu untuk lansia.
1.2
PRINSIP PERCOBAAN
Prinsip percobaan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah untuk menghitung IMT dengan mengukur Berat Badan (BB)
dan Tinggi Badan (TB).Untuk memperkirakan TB dengan mengukur Tinggi Lutut (TL),
untuk mengukur LILA, menghitung nilai WHR dengan mengukur Lingkar Pinggang
(L.Pi) dan Lingkar Panggul (L.Pa), menghitung %
Body fat dengan mengukur Tricep
danSubscapular serta mengukur Lingkar Perut.
1.3
TUJUAN PERCOBAAN
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui status gizi perseorangan dengan pengukuran antropometri
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari
percobaan ini adalah :
1. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
2. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan perhitungan Waist
to Hip Ratio (WHR)
3. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan perhitungan persentase Body Fat
(%BF)
4. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan pegukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
5. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan pegukuran lingkar Perut.
1.4
MANFAAT PERCOBAAN
Adapun manfaat
dari percobaan ini adalah agar dapat mengetahui status gizi seseorang melalui
pengukuran antropometri dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT), Waist to Hip Ratio (WHR), persentase Body Fat (%BF), Lingkar Lengan Atas (LILA), pengukuran lingkar
Perut.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Antropometri
Antropometri adalah suatu studi yang
berhubungan dengan pengukuran dimensitubuh manusia. Antropometri secara luas
akan digunakan sebagai pertimbanganergonomis dalam proses perencanaan (design) produk maupun sistem kerja yangmemerlukan
interaksi manusia. Dimensi yang diukur pada antropometri statis diambilsecara linear (lurus) dan dilakukan
pada permukaan tubuh. Agar hasilnya dapatrepresentatif , maka pengukuran harus
dilakukan dengan metode tertentu terhadap individu (Sandjdja,dkk., 2010).
Indikator antropometri antara lain berat
badan (BB), Tinggi Badan (TB), Lingkar Lengan Atas (LILA), dan Lapisan Lemak
Bawah Kulit (LLBK). Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri
disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB),
lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) dan sebagainya (Barasi, 2008).
2.1.1
IMT (Indeks Masa Tubuh)
IMT berguna sebagai indikator untuk
menentukan adanya indikasi kasus KEK (Kurang Energi Kronik) dan kegemukan
(obesitas). Namun untuk memperoleh pengukuran TB yang tepat pada usila cukup
sulit karena masalah postur tubuh, kerusakan
spinal, atau kelumpuhan yang menyebabkan harus duduk di kursi roda atau di
tempat tidur. Beberapa penelitian menunjukkan perubahan TB usila sejalan dengan
peningkatan usia dan efek beberapa penyakit seperti osteoporosis. Oleh karena
itu, pengukuran tinggi badan usila tidak dapat diukur dengan tepat sehingga
untuk mengetahui tinggi badan usila dapat dilakukan dari prediksi tinggi
lutut (knee height ) (Barasi,
2008).
Perlu ditekankan bahwa
pengukuran antropometri hanyalah satu dari sejumlah teknik-teknik yang dapat
untuk menilai status gizi. Pengukuran dengan cara-cara yang baku dilakukan
beberapa kali secara berkala pada berat dan tinggi badan, lingkaran lengan atas,
lingkaran kepala, tebal lipatan kulit (skinfold) diperlukan untuk
penilaian pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak (Sandjadja, 2010).
Tinggi badan adalah salah satu indikator
klinik utama dalam menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam menentukan status
gizi individu/populasi. Namun, pengukuran tinggi badan manusia usia lanjut
(manula) cukup sulit dilakukan dan reliabilitasnya diragukan. Persamaan
estimasi tinggi badan dari pengukuran tinggi lutut untuk memprediksi tinggi
badan manula yaitu persamaan Chumlea telah di kembangkan beberapa tahun lalu,
tetapi belum ada studi yang dilakukan di Indonesia
untuk mengembangkan suatu persamaan bagi pengukuran tinggi badan populasi
usia lanjut menurut bermacam-macam kelompok etnis.
IMT dihitung dengan pemberian berat
badan (dalam kg) oleh tinggi badan (dalam) pangkat dua. Kini IMT banyak
digunakan di rumah sakit untuk mengukur statusgizi
pasien karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipunhanya
estimasi tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Di
sampingitu, pengukuran IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang
berlebihanberat badan atau yang gemuk yang lebih beresiko untuk menderita
penyakit diabetes,penyakit jantung, stroke, hipertensi dannn beberapa bentuk
penyakit kanker (Hartono,2008).
Jumlah lemak tubuh yang normal untuk
pria dewasa berkisar 10-20% dari beratbadannya,
dan untuk perempuan dewasa sekitar 25%. Untuk mengetahui dengan cepatapakah
Anda menyimpan lemak berlebih, cobalah mencubit daging di perut Andatepat di
atas pusar. Bila jarak antara ibu jari dengan telunjuk lebih dari 2,5 cm,
makaAnda termasuk obesitas. Atau, untuk menentukan apakah Anda mengalami besar
disekitar perut, ukur lingkar pinggang dengan mencari titik tertinggi di tulang
pinggang,lalu ukur lebarnya. Seorang pria yang berlingkar pinggang lebih dari
102 cm(Indonesia 90 cm) dan perempuan lebih dari 88 cm (Indonesia 80 cm),
menunjukkanfaktor risiko tinggi kena penyakit. Apalagi, bila IMT-nya (Indeks
Masa Tubuh) adalah25 atau lebih (Asmayuni, 2009).
Kegemukan disebabkan oleh ketidakseimbangan
kalori yang masuk dibanding yang keluar. Kalori diperoleh dari makanan
sedangkan pengeluarannya melalui aktivitas tubuh dan olah raga. Kalori
terbanyak (60-70%) dipakai oleh tubuh untuk kehidupan dasar seperti
bernafas, jantung berdenyut dan fungsi dasar sel. Besarnya kebutuhan kalori
dasar ini ditentukan oleh genetik atau keturunan. Namun aktifitas fisik dan
olah raga dapat meningkatkan jumlah penggunaan kalori keseluruhan (Asmayuni,
2009).
Tabel 1: Kategori ambang batas IMT
untuk Indonesia:
Kategori
|
IMT
|
Kurus
|
Kekurangan BB tingkat berat
|
<
17,0
|
Kekurangan BB tingkat ringan
|
17,0
- < 18,5
|
Normal
|
|
18,5
– 22,9
|
Gemuk
|
Kelebihan BB tingkat ringan
|
23
– 24,9
|
Kelebihan BB tingkat moderat (Obes
I)
|
>
25 – 29,9
|
Kelebihan BB tingkat berat (Obes
II)
|
>
30,0
|
Sumber. Sirajuddin 2011.
Indeks massa tubuh
telah digunakan dalam beberapa penelitian populasi internasional untuk
menilai risiko penyakit di antara
orang dewasa. BMI meningkat jelas terkait dengan risiko yang lebih tinggi dari tekanan darah tinggi, diabetes
mellitus tipe 2, faktor risiko kardiovaskular penyakit lainnya,
dan mortalitas meningkat. Memang, risiko relatif untuk faktor risiko penyakit kardiovaskular
kejadian penyakit kardiovaskular meningkat dinilai dengan
peningkatan BMI pada semua
kelompok populasi. Selain itu,
asosiasi antara gangguan muskuloskeletal, gangguan dalam fungsi pernapasan dan fisik, dan kualitas hidup. Akibatnya, dalam studi epidemiologi,
BMI digunakan untuk mengetahui kelebihan berat badan atau obesitas pada orang dewasa dan untuk memperkirakan
risiko terkena penyakit. Perluh diketahui bahwa anak yang
pendekpun dapat mengalami kelebihan berat badan. Maka perluh mempertahankan
berat badan normal (Sirajuddin, Saifuddin. 2011).
2.1.2
WHR (lingkar pinggang dan lingkar panggul)
WHR adalah suatu metode sederhana untuk
mengetahui obesitas sentral pada orang dewasa dengan mengukur distribusi
jaringan lemak pada tubuh terutama bagianpinggang dengan menmbandingkan antara
ukuran lingkar pinggang disbandingdengan lingkar perut. Obesitas sentral
dianggap sebagai faktor risiko yang eratkaitannya dengan beberapa penyakit
degeneratif (Sandjadja, 2010).
Pengukuran rasio lingkar pinggang dan
panggul yang menghasilkan indeks tinggi harus memperhatikan penyebabnya karena
simpanan lemak atau otot torso yang berkembang. Jadi perlu diukur tebal lipatan
kulit abdomen untuk mengetahuinya. Tujuan pengukuran lingkar pinggang dan
pinggul adalah untuk mengetahui resiko tinggi terkena penyakit DM II,
kolesterol, hipertensi, dan jantung. Lingkar pinggang diukur di indentasi
terkecil lingkar perut antara tulang rusuk dan krista iliaka, subjek berdiri
dan diukur pada akhir ekspirasi normal dengan ketelitian 0,6 cm menggunakan pitameter. Lingkar
pinggul diukupenonjolan terbesar pantat, biasanya di sekitar pubic sympisis,
subjek berdiri diukur menggunakan pitameter dengan ketelitian 0,1 cm (Kristanti. 2010).
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan
ada beberapa perubahan metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya
produksi asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada
kaki dan tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan
penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh ukuran umur
yang digunakan adalah rasio lingkar pinggal-pinggul. Pengukuran lingkar
pinggang dan lingkar pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi
pengukuran harus tetap, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil
yang beerbeda
(Sirajuddin,
Saifuddin. 2011).
Rumus Waist
to Hip Ratio (WHR) (Sirajuddin, 2011)
Tabel 2 : Klasifikasi Waist to Hip
Ratio (WHR)
Jenis kelamin
|
Kelompok umur (thn)
|
Resiko
|
Low
|
Moderate
|
High
|
Very high
|
Laki-laki
|
20-29
|
< 0.83
|
0.83 - 0.88
|
0.89 – 0.94
|
> 0.94
|
|
30-39
|
< 0.84
|
0.84 – 0.91
|
0.92 – 0.96
|
> 0.96
|
|
40-49
|
< 0.88
|
0.89 – 0.95
|
0.96 – 1.00
|
> 1.00
|
Perempuan
|
20-29
|
< 0.71
|
0.71 – 0.77
|
0.77 – 0.82
|
> 0.82
|
|
30-39
|
< 0.72
|
0.73 – 0.78
|
0.79 – 0.84
|
> 0.84
|
|
40-49
|
< 0.73
|
0.74 – 0.79
|
0.80 – 0.87
|
> 0.87
|
Sumber. Sirajuddin 2011
Lingkar pinggang adalah ukuran
antropometri yang dapat digunakan untuk menentukan
obesitas sentral, dan kriteria untuk Asia Pasifik yaitu ≥ 90 cm untuk
pria,dan ≥ 80 cm untuk wanita. Lingkar pinggang dikatakan sebagai indeks yang
berguna untuk menentukan obesitas sentral dan komplikasi metabolik yang
terkait. Lingkarpinggang berkorelasi kuat dengan obesitas sentral dan risiko
kardiovaskular. Lingkarpinggang terbukti dapat mendeteksi obesitas sentral dan
sindroma metabolik denganketepatan yang cukup tinggi dibandingkan indeks massa
tubuh (IMT) dan lingkar panggul. Bila lingkar pinggang dan kadar trigliserida
untuk mendeteksi sindroma metabolik, ditemukan lingkar pinggang ≥ 90 cm
dikombinasikan dengan kadar trigliserida plasma puasa >150 mg/dl dapat
mendeteksi penderita sindroma metabolik.Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan
lingkar pinggang dapat digunakan sebagaipemeriksaan uji saring yang mudah,
murah dan berguna untuk mendeteksi sindromametabolic (Karina, 2010).
Seorang peneliti dari Swedia menemukan bahwa lingkar pinggang
dapatdigunakan untuk mengukur resistensi insulin, dan dapat menjadi indikator
yang baik untuk melihat apakah seseorang berisiko untuk terkena diabetes.
Resistensi insulinmerupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan
insulin secara baik.Bila dilakukan
pemeriksaan darah, dapat ditemukan kadar gula darah yang lebihtinggi dari
normal tetapi belum sampai menjadi diabetes. Keadaaan ini disebutsebagai
pra-diabetes (Karina, 2010).
Berdasarkan
tujuan pengukuran antropometri, setidak-tidaknya ada lima hal penting yang
mewakili tujuan pengukuran yaitu mengetahui kekekaran otot, kekekaran tulang,
ukuran tubuh secara umum, panjang tungkai dan lengan, serta kandungan lemak
tubuh di ekstremitas dan di torso. Dalam pemakaian untuk penilaian status
gizi,antropometri disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat badan menurut
umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U) atau berat badan menurut tinggi badan(BB/TB), lingkar lengan atas
menurut umur (LLA/U) dan sebagainya (Barasi, 2008).
2.1.3 %BF
Semua
pengukuran tebal lemak bawah kulit sebaiknya konsisten di sisi kanan badan dan
diukur tiga kali. Tebal lemak bawah kulit merupakan salah satu indeks
antropometri yang digunakan dalam pengukuran status indeks antropometri untuk
mengukur status gizi. Pengukuran tebal lemak bawah kulit biasanya digunakan
untuk memperkirakan jumlah lemak dalam tubuh. Persentase kandungan lemak tubuh
dapat dipakai untuk menilai status gizi dengan pengukuran tebal lemak bawah
kulit terdiri dari beberapa tempat, yakni trisep, bisep, subskapular,
suprailiaka, supraspinale, abdominal, paha depan, betis medial, dan mid aksla
(Sandjadja,dkk.,2010).
Persentase body fat dapat diestimasi
dari skinfold menggunakan persamaan secara umum atau kelompok tertentu (Sandjaja,dkk.2010).
Lemak dapat
diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%) terhadap berat tubuh
total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh jenis kelamin dan
umur. Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran kandungan lemak tubuh
karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh total terdapat langsung
dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah satu metode
penting untuk menentukan komposisi tubuh serta presentase lemak tubuh dan tubuh
untuk menentukan status gizi cara antropometri (Sirajuddin, Saifuddin. 2011).
Rumus menghitung tebal lemak bawah
kulit (Sirajuddin,
Saifuddin. 2011):
Laki-laki 18-27 tahun
Db = 1,0913 – 0,00116 (trisep + scapula)
% BF = [(4,97/Db) – 4,52] x 100
Wanita
18-23 tahun
Db = 1,0897 – 0,00133 (trisep +
scapula)
% BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Tabel 3:
Klasifikasi Standar Pengukuran Tebal Lemak Bawah Kulit
Klasifikasi
|
Laki-laki
|
Wanita
|
Lean
|
<
8 %
|
<
13 %
|
Optimal
|
8
– 15 %
|
14
– 23 %
|
Slightly overfat
|
16
– 20 %
|
24
– 27 %
|
Fat
|
21
– 24 %
|
28
– 32 %
|
Obesitas
|
25 %
|
33 %
|
Sumber.
Sirajudin 2011.
2.1.4 LILA
Lingkar lengan atas merupakan
salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat.
Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran
tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit (Sirajuddin,
Saifuddin. 2011).
Tabel
4: Ambang Batas Pengukuran LILA:
Klasifikasi
|
Batas Ukur
|
Wanita Usia Subur
|
KEK
|
< 23,5 cm
|
Normal
|
23,5 cm
|
Bayi Usia 0-30 hari
|
KEP
|
< 9,5 cm
|
Normal
|
9,5 cm
|
Balita
|
KEP
|
< 12,5 cm
|
Normal
|
12,5 cm
|
Sumber: Sirajuddin, 2011.
LILA mencerminkan cadangan energi, sehingga
dapat mencerminkan:
1. Status
KEP pada balita
2. KEK pada ibu WUS dan
ibu hamil: risiko lahir bayi BBLR
Kelemahan dari pengukuran LILA:
a.
Baku
LLA yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang memadai untuk
digunakan di Indonesia.
b.
Kesalahan
pengukuran relatif lebih besar dibandingkan pada TB.
c.
Sensitif
untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif untuk
golongan dewasa.
Pengukuran lingkar lengan atas dapat menentukan apakah seseorangmenderita
KEK atau tidak. Jika, berada < 23,5 maka beresiko terkena KEK.Kekurangan
Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanitamengalami
kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama ataumenahun. Risiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai
kecenderungan
menderita KEK.
Kurang gizi akutdisebabkan oleh tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
yang cukup ataumakanan yang baik (dari
segi kandungan gizi) untuk satu periode tertentu untuk mendapatkan
tambahan kalori dan protein (untuk melawan) muntah dan mencret(muntaber) dan
infeksi lainnya. Gizi kurang kronik disebabkan karena tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau
makanan yang baik dalamperiode/kurun waktu yang lama untuk mendapatkan
kalori dan protein dalam jumlahyang cukkup, atau juga disebabkan menderita
muntaber atau penyakit kronis lainnya(Hartono, 2008).
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
3.1
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan
dalam percobaan ini adalah timbangan digital Seca, microtoice, alat ukur tinggi lutut, pita LiLA, pita circumference, dan skinfold caliper.
3.3
PROSEDUR KERJA
a.
Pengukuran Berat Badan (BB)
1. Responden mengenakan
pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal). Responden tidak
menggunakan alas kaki.
2. Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan
angka 0,0.
3.
Responden diminta naik ke alat
timbang dengan berat badan tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kaki
tepat di tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca.
4.
Diperhatikan posisi kaki responden
tepat di tengah alat timbang, usahakan agar responden tetap tenang dan kepala
tidak menunduk (memandang lurus kedepan).
5.
Angka di kaca jendela alat timbang
akan muncul, dan ditunggu sampai angka tidak berubah (statis).
6. Dibaca dan dicatat berat badan pada
tampilan dengan skala 0.1 terdekat.
7.
Responden diminta turun dari alat
timbang.
b.
Pengukuran Tinggi Badan (TB)
1. Responden tidak mengenakan alas kaki (sandal/sepatu), topi
(penutup kepala). Posisikan responden tepat di bawah microtoice.
2. Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
3. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan
tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.
4. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung
bebas dan menghadap paha.
5. Responden diminta menarik nafas panjang untuk membantu
menegakkan tulang rusuk. Usahakan badan tetap santai.
6. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala
responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam
keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada dinding.
7. Dibaca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka
yang lebih besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala)
pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.
8. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus
berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar. Catat tinggi badan pada
skala 0,1 cm terdekat.
c.
Pengukuran Tinggi Lutut
1. Responden duduk dengan salah satu
kaki ditekuk hingga membentuk sudut 900 proximal hingga patella.
2. Kaki diletakkan di atas alat
pengukur tinggi lutut dan pastikan kaki responden membentuk sudut 900 dengan
melihat kelurusannya pada tiang alat ukur.
3. Dibaca dengan sedikit menjongkok
sehingga mata pembaca tepat berada pada angka yang ditunjukkan oleh alat ukur.
Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.
d. Pengukuran
Lingkar Pinggang
1. Responden menggunakan pakaian yang
longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna.
Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan.
2. Responden berdiri tegak dengan perut
dalam keadaan rileks.
3. Pengukur menghadap ke subjek dan
meletakkan alat ukur melingkar pinggang secara horizontal dimana merupakan
bagian paling kecil dari tubuh atau pada bagian tulang rusuk paling terakhir.
Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat.
4.
Pengukuran dilakukan di akhir dari
ekspresi yang normal dan alat ukur tidak menekn kulit.
5.
Dibaca dengan teliti hasil
pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat
e. Pengukuran
Lingkar Panggul
1.
Responden mengenakan pakaian yang
tidak terlaku menekan
2.
Responden berdiri tegak dengan kedua
lengan berada pada kedua sisi tubuh dan kaki rapat
3.
Pengukur jongkok di samping
responden sehingga tingkat maksimal dari penggul terlihat
4.
Alat pengukur dilingkarkan secara
horizontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan
alat ukur dengan tepat
5.
Dibaca dengan teliti hasil
pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat
f. Pengukuran
Lingkar Perut
1.
Mintalah dengan cara yang santun
pada responden untuk membuka pakaian
bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk
terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran.
2.
Ditetapkan titik batas tepi tulang
rusuk paling bawah.
3.
Ditetapkan titik ujung lengkung
tulang pangkal paha/panggul.
4.
Ditetapkan titik tengah di antara di
antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal
paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis.
5.
Responden diminta untuk berdiri
tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal).
6.
Dilakukan pengukuran lingkar perut
dimulai/diambil dari titik tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari
pinggang dan perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.
7.
Pengukuran juga dapat dilakukan pada
bagian atas dari pusar lalu meletekkan dan melingkarkan alat ukur secara
horizontal
8.
Apabila responden mempunyai perut
yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu
berakhir pada titik tengah tersebut lagi.
9.
Pita pengukur tidak boleh melipat
dan ukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1 cm.
g. Pengukuran
Lingkar Lengan Atas (LILA)
1. Penentuan
Titik Mid Point Pada Lengan
1.
Responden diminta berdiri tegak.
2.
Responden dminta untuk membuka
lengan pakaian yang menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan
kanan).
3.
Tekukan tangan responden membentuk
900 dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri
dibelakang dan menentukan titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri
dan siku.
4.
Ditandai titik tengah tersebut
dengan pena.
2. Mengukur
Lingkar Lengan Atas (LILA)
1.
Dengan tangan tergantung lepas dan
siku lurus di samping badan, telapak tangan menghadap ke bawah.
2.
Diukur lingar lengan
atas pada posisi mid point dengan
pita LILA menempel pada kulit dan dilingkarkan secara hotizontal pada
lengan. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara
kulit dan pita.
3.
Lingkar lengan atas dicatat pada
skala 0,1 cm terdekat
h. Penentuan
Tebal Lipatan Kulit (TLK)
1. Petunjuk
Umum
1.
Ibu jari dan jari telunjuk dari
tangan kiri digunakan untuk mengangkat kedua sisi kulit dan lemak subkutan
kurang lebih 1 cm proximal dari daerah yang diukur.
2.
Lipatan kulit diangkat pada jarak
kurang lebih 1 cm tegak lurus arah garis kulit.
3.
Lipatan kulit tetap diangkat sampai
pengukuran selesai.
4.
Caliper dipegang oleh tangan kanan.
5.
Pengukuran dilakukan dalam 4 detik
setelah penekanan kulit oleh caliper dilepas.
2. Pengukuran
TLK Pada Tricep
1.
Responden berdiri tegak dengan kedua
lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh.
2.
Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LILA).
3.
Pengukur berdiri di belakang
responden dan meletakkan telapak tangan kirinya pada bagian lengan kearah tanda
yang telah dibuat dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah. Tricep skinfold diambil dengan menarik
pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah tadi.
4.
Tricep skinfold diukur dengan
mendekati 0,1 mm.
3. Pengukuran
TLK Pada Subscapular
1.
Responden berdiri tegak dengan kedua
lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh.
2.
Tangan diletakkan kiri ke belakang.
3.
Untuk mendapatkan
tempat pengukuran, pemeriksa
meraba scapula dan mencarinya ke
arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata samapi menentukn sudut bawah
scapula.
4.
Subscapular skinfold ditarik dalam
arah diagonal (infero-lateral) kurang lebih 450 ke arah horizontal
garis kulit. Titik scapula terletak pada bagain bawah sudut scapula.
5.
Caliper diletakkan 1 cm
infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk yang mengangkat kulit dan
subkutan dan ketebalan kulit diukur mendekati 0,1 mm.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
Tabel 1. Hasil Pengukuran Antropometri
Kelompok 1
No.
|
Nama
|
J.K
|
BB
(kg)
|
TB
(cm)
|
TL
(cm)
|
IMT
|
LPI
|
LPA
|
WHR
|
TRICEP
(mm)
|
SUBSCAPULA
|
%BF
|
LILA
(cm)
|
1
|
Rio Agung
|
L
|
61,1
|
166,7
|
52
|
22,6
|
77
|
93
|
0,82
|
18
|
11
|
17,90
|
29
|
2
|
Kaimudin
|
L
|
60,0
|
161,6
|
50,5
|
22,9
|
79
|
93
|
0,84
|
9
|
9
|
12,30
|
28,7
|
3
|
Syamsul
|
L
|
59,8
|
171,5
|
54,5
|
20,3
|
68
|
90
|
0,75
|
11
|
10
|
13,81
|
27,6
|
4
|
La Ode
Silfatman
|
L
|
71,3
|
179,5
|
55
|
22,1
|
79,4
|
99,4
|
0,79
|
18
|
11
|
17,90
|
28
|
5
|
Aksa
Afriadi
|
L
|
47,9
|
153,9
|
47,7
|
20,2
|
65
|
80
|
0,81
|
5
|
13
|
12,30
|
23,5
|
6
|
Muhammad
|
L
|
56,0
|
166,9
|
51,1
|
20,1
|
77
|
89,5
|
0,86
|
15
|
11
|
16,36
|
25,3
|
7
|
Basri
|
L
|
62,3
|
161
|
51
|
24,0
|
73,8
|
93,2
|
0,79
|
11
|
11
|
14,32
|
28,2
|
8
|
Hardiansyah.
H
|
L
|
73,3
|
168,1
|
52,1
|
25,9
|
82
|
96
|
0,85
|
10
|
13
|
14,83
|
31,5
|
Tabel 2 Distribusi Status Gizi
Berdasarkan IMT Kelompok 1
Status Gizi
|
N
|
%
|
Gizi
Buruk
|
0
|
0
|
Gizi
Kurang
|
0
|
0
|
Gizi
Baik
|
7
|
87,5
|
Gizi
Lebih
|
1
|
12,5
|
Total
|
8
|
100
|
Tabel
3 Distribusi WHR Kelompok 1
WHR
|
N
|
%
|
Low
|
5
|
62,5
|
Moderate
|
3
|
37,5
|
High
|
0
|
0
|
Very
high
|
0
|
0
|
Total
|
8
|
100
|
Tabel
4 Distribusi %BF Kelompok 1
% BF
|
N
|
%
|
Lean
|
0
|
0
|
Optimal
|
5
|
62,5
|
Slightly overfat
|
3
|
37,5
|
Fat
|
0
|
0
|
Obesitas
|
0
|
0
|
Total
|
8
|
100
|
Tabel
5 Distribusi LILA kelompok 1
LILA
|
N
|
%
|
Normal
|
8
|
100
|
KEK
|
0
|
0
|
Total
|
8
|
100
|
Perhitungan
Terlampir
4.2
PEMBAHASAN
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
(qt
bahas mulai dari tabel 2 sampe tabel 9, dimana tabel 2 sampe 5 menggambarkan
persen status gizi per indicator untuk populasi kelompok 1….sedangkan table 6
sampe 9 qt bahas mengenai hubungan antara status gizi berdasarkan IMT dengan
Jenis Kelamin, WHR, %BF, Lila, apakah ad hubunganny atao tdk,,,qt bhs itu
minimal 8 lembar……semangat!!!)))
Lampiran
Perhitungan
Perhitungan
A. Indeks Masa Tubuh (IMT)
IMT
=
=
= 18,1 kg/m2
B. WHR
WHR=
=
= 0,81
C. TLK
Db =
1,0897 – 0,00133 (tricep+scapula) (untuk
cewek)
Db =
1,0897 – 0,00133 (35)
= 1,04315
%BF =
[(4,76/Db)-4,28] x 100
= [(4,76/1,04315)-4,28]x100
=28,3.
Daftar
pustaka antropometri
Asmayuni. 2009. Kegemukan (Overweight) pada perempuan umur 25-50 tahun
(dikota Medean Panjang Tahun 2009). Di
akses tanggal 29 Juni 2013.
Barasi, Mary E. 2008. At A Glance Imu Gizi. Jakarta:
Erlangga.
Karina, Esa. 2010. Besar Resiko Lingkar pinggang Pinggul dan
Asupan Natrium Terhadap Kejadian Hipertensi.
Cermin Dunia Kedokteran. XXI: 239-298.
Karmegam, dkk., 2011. Antropometrik studi di
kalangan orang dewasa yang berbeda etnis di Malaysia.
Kesehatan Masyarakat. II : 14-38 Hartono, Andry. 2008. Terapi Gizi
dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC.
Kristanti.
2010. Penakit Akibat Kelebihan dan
Kekurangan Vitamin, Mineral dan Elektrolit. Yogyakarta : Citra Pustaka.
Sandjadja
dkk. 2010. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan
Keluarga. Jakarta: Kompas.
Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara Biokimia dan
Antropometri. Makassar: Universitas Hasanuddin