Senin, 07 September 2015

Laporan praktikum



LAPORAN PRAKTIKUM
PENILAIAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI


IMT, WHR, %BF, LILA

SYAMSUL BAKHRI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
       Antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh manusia.Dalam bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi. Ukuran yang seringdigunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Selain itu juga ukuran tubuhlainnya seperti lingkar lengan atas, lapisan lemak bawah kulit, tinggi lutut,lingkaran perut, lingkaran pinggul. Ukuran-ukuran antropometri tersebut bisaberdiri sendiri untuk menentukan status gizi dibanding baku atau berupa indeksdengan membandingkan ukuran lainnyaseperti BB/U, BB/TB. TB/U (Sandjaja,dkk., 2010)
       Antropometri adalah ilmu pengukuran dan seni aplikasi yang menetapkan geometri fisik, massa sifat dan kemampuan kekuatan tubuh manusia (Leilanie dan Prado, 2010). The antropometri Data memberikan informasi penting dalam produk / peralatan dan tempat kerja / workstation desain (Hanson et al, 2009.; Tayyari, 2008).
       Penyakit infeksi dan kekurangan gizi terlihat kurang, kemakmuran ternyatadiikuti oleh perubahan gaya hidup. Pola makan terutama di perkotaan bergeserdari pola makan tradisional yang banyak mengkonsumsi karbohidrat, sayuran, makanan berserat ke pola makan masyarakat barat yang komposisinya terlalubanyak mengandung lemak, protein, gula, garam tetapi miskin serat. Sejalandengan itu setahun terakhir ini mulai terlihat peningkatan angka prevalensikegemukan/obesitas pada sebagian penduduk perkotaan, yang diikuti pula padaakhir-akhir ini di pedesaan (Asmayuni, 2009).
       Perhatian utama adalah mempersiapkan dan meningkatkan kualitas penduduk usia kerja agar benar-benar memperoleh kesempatan serta turut berperan danmemiliki kemmpuan untuk ikut dalam upaya pembangunan. Salah satu upayapenting untuk mewujudkan hal tersebut adalah pembangunan di idang kesehatandan gizi. Antropometri sebagai teknik yang mula-mula dikembangkan dikalanganantropolog biologis, kini aplikasinya menyentuh berbagai bidang antara lainkedokteran, olahraga, antropologigizi, keperawatan, dan pediatric dalam ilmupertumbuhan anak. Antropolog seperti Tanner, Bogin, Boucher, Malina, danUlijaszek mengembangkan teknik antropometri yang dihubungkan dengan teoripertumbuhan manusia dari intra-uterine sampai adolesentia akhir (sekitar 20tahun) (Barasi, 2008).
       Aplikasi antropometri sebagai metode bioantropologi ke dalam kedokteranmanjadi bermakna apabila disertai latar belakang teori yang adekuat tentangpertumbuhan. Berdasarkan tujuan penelitian pengukuran antropometri, setidak-tidaknya ada lima hal penting yang mewakili tujuan pengukuran yaitu mengetahuikekern otot, kekekaran tualng, ukuran tubuh secara umum, panjang tungkai dan lengan, serta kandungan lemak tubuh di ekstremitas dan di torso. Dalampemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur(TB/U) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan atasmenurut umur (LLA/U) dan sebagainya (Barasi, 2008).
       Bidang antropometri meliputi berbagai pengukuran tubuh manusia, seperti berat, tinggi badan, dan ukuran, termasuk ketak ketebalan, keliling, panjang, dan breadths. Antropometri adalah komponen kunci dari penilaian status gizi pada anak-anak dan orang dewasa. Antropometrik data untuk anak mencerminkan status kesehatan umum, kecukupan makanan, dan pertumbuhan dan perkembangan dari waktu ke waktu. Pada orang dewasa, tubuh data pengukuran yang digunakan untuk mengevaluasi status kesehatan dan diet, risiko penyakit, dan perubahan komposisi tubuh yang terjadi selama umur dewasa. Laporan ini menyediakan data referensi antropometrik untuk anak-anak AS dan orang dewasa dari segala usia dilakukan di pusat-pusat pemeriksaan mobile. Pusat-pusat penelitian yang dikelola oleh penuh-waktu personil, termasuk teknisi kesehatan yang memperoleh pengukuran tubuh dari peserta survei. Semua teknisi kesehatan NHANES menyelesaikan pengukuran tubuh program pelatihan komprehensif yang digunakan rekaman video, demonstrasi, dan latihan praktek dengan pemeriksa ahli. Kesehatan kinerja teknisi dipantau dengan cara pengamatan langsung, review data, dan penilaian para ahli pemeriksa.
       Non-patologis faktor yang mempengaruhi distribusi antropometrik karakteristik, seperti usia, jenis kelamin dan wilayah geografis, harus diperhitungkan. WHO Komite Ahli Status Fisik menekankan perlunya lokal gender dan nilai-nilai referensi usia tertentu untuk lansia.
1.2 PRINSIP PERCOBAAN
       Prinsip percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah untuk menghitung IMT dengan mengukur Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB).Untuk memperkirakan TB dengan mengukur Tinggi Lutut (TL), untuk mengukur LILA, menghitung nilai WHR dengan mengukur Lingkar Pinggang (L.Pi) dan Lingkar Panggul (L.Pa), menghitung % Body fat dengan mengukur Tricep danSubscapular serta mengukur Lingkar Perut.
1.3 TUJUAN PERCOBAAN
      1.3.1 Tujuan Umum
       Adapun tujuan umum dari percobaan ini adalah untuk mengetahui status gizi perseorangan dengan pengukuran antropometri
 1.3.2 Tujuan Khusus
       Adapun tujuan khusus dari percobaan ini adalah :
1.   Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
2.   Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR)
3.   Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan perhitungan persentase Body Fat (%BF)
4.   Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan pegukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
5.   Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan pegukuran lingkar Perut.

1.4 MANFAAT PERCOBAAN
       Adapun manfaat dari percobaan ini adalah agar dapat mengetahui status gizi seseorang melalui pengukuran antropometri dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT), Waist to Hip Ratio (WHR), persentase Body Fat (%BF), Lingkar Lengan Atas (LILA), pengukuran lingkar Perut.





























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Antropometri

       Antropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensitubuh manusia. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbanganergonomis dalam proses perencanaan (design) produk maupun sistem kerja yangmemerlukan interaksi manusia. Dimensi yang diukur pada antropometri statis diambilsecara linear (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh. Agar hasilnya dapatrepresentatif , maka pengukuran harus dilakukan dengan metode tertentu terhadap individu (Sandjdja,dkk., 2010).
       Indikator antropometri antara lain berat badan (BB), Tinggi Badan (TB), Lingkar Lengan Atas (LILA), dan Lapisan Lemak Bawah Kulit (LLBK). Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) dan sebagainya (Barasi, 2008).

2.1.1 IMT (Indeks Masa Tubuh)
       IMT berguna sebagai indikator untuk menentukan adanya indikasi kasus KEK (Kurang Energi Kronik) dan kegemukan (obesitas). Namun untuk memperoleh pengukuran TB yang tepat pada usila cukup sulit karena masalah postur tubuh, kerusakan spinal, atau kelumpuhan yang menyebabkan harus duduk di kursi roda atau di tempat tidur. Beberapa penelitian menunjukkan perubahan TB usila sejalan dengan peningkatan usia dan efek beberapa penyakit seperti osteoporosis. Oleh karena itu, pengukuran tinggi badan usila tidak dapat diukur dengan tepat sehingga untuk mengetahui tinggi badan usila dapat dilakukan dari prediksi tinggi lutut (knee height ) (Barasi, 2008).
       Perlu ditekankan bahwa pengukuran antropometri hanyalah satu dari sejumlah teknik-teknik yang dapat untuk menilai status gizi. Pengukuran dengan cara-cara yang baku dilakukan beberapa kali secara berkala pada berat dan tinggi badan, lingkaran lengan atas, lingkaran kepala, tebal lipatan kulit (skinfold) diperlukan untuk penilaian pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak (Sandjadja, 2010).
       Tinggi badan adalah salah satu indikator klinik utama dalam menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam menentukan status gizi individu/populasi. Namun, pengukuran tinggi badan manusia usia lanjut (manula) cukup sulit dilakukan dan reliabilitasnya diragukan. Persamaan estimasi tinggi badan dari pengukuran tinggi lutut untuk memprediksi tinggi badan manula yaitu persamaan Chumlea telah di kembangkan beberapa tahun lalu, tetapi belum ada studi yang dilakukan di Indonesia untuk mengembangkan suatu persamaan bagi pengukuran tinggi badan populasi usia lanjut menurut bermacam-macam kelompok etnis.
       IMT dihitung dengan pemberian berat badan (dalam kg) oleh tinggi badan (dalam) pangkat dua. Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur statusgizi pasien karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipunhanya estimasi tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Di sampingitu, pengukuran IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang berlebihanberat badan atau yang gemuk yang lebih beresiko untuk menderita penyakit diabetes,penyakit jantung, stroke, hipertensi dannn beberapa bentuk penyakit kanker (Hartono,2008).
       Jumlah lemak tubuh yang normal untuk pria dewasa berkisar 10-20% dari beratbadannya, dan untuk perempuan dewasa sekitar 25%. Untuk mengetahui dengan cepatapakah Anda menyimpan lemak berlebih, cobalah mencubit daging di perut Andatepat di atas pusar. Bila jarak antara ibu jari dengan telunjuk lebih dari 2,5 cm, makaAnda termasuk obesitas. Atau, untuk menentukan apakah Anda mengalami besar disekitar perut, ukur lingkar pinggang dengan mencari titik tertinggi di tulang pinggang,lalu ukur lebarnya. Seorang pria yang berlingkar pinggang lebih dari 102 cm(Indonesia 90 cm) dan perempuan lebih dari 88 cm (Indonesia 80 cm), menunjukkanfaktor risiko tinggi kena penyakit. Apalagi, bila IMT-nya (Indeks Masa Tubuh) adalah25 atau lebih (Asmayuni, 2009).
       Kegemukan disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori yang masuk dibanding yang keluar. Kalori diperoleh dari makanan sedangkan pengeluarannya melalui aktivitas tubuh dan olah raga. Kalori terbanyak (60-70%) dipakai oleh tubuh untuk kehidupan dasar seperti bernafas, jantung berdenyut dan fungsi dasar sel. Besarnya kebutuhan kalori dasar ini ditentukan oleh genetik atau keturunan. Namun aktifitas fisik dan olah raga dapat meningkatkan jumlah penggunaan kalori keseluruhan (Asmayuni, 2009).
Tabel 1: Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia:
Kategori
IMT
Kurus
Kekurangan BB tingkat berat
< 17,0
Kekurangan BB tingkat ringan
17,0 - < 18,5
Normal
18,5 – 22,9
Gemuk
Kelebihan BB tingkat ringan
23 – 24,9
Kelebihan BB tingkat moderat (Obes I)
> 25 – 29,9
Kelebihan BB tingkat berat (Obes II)
> 30,0
Sumber. Sirajuddin 2011.

       Indeks massa tubuh telah digunakan dalam beberapa penelitian populasi internasional untuk menilai risiko penyakit di antara orang dewasa. BMI meningkat jelas terkait dengan risiko yang lebih tinggi dari tekanan darah tinggi, diabetes mellitus tipe 2, faktor risiko kardiovaskular penyakit lainnya, dan mortalitas meningkat. Memang, risiko relatif untuk faktor risiko penyakit kardiovaskular kejadian penyakit kardiovaskular meningkat dinilai dengan peningkatan BMI pada semua kelompok populasi. Selain itu, asosiasi antara gangguan muskuloskeletal, gangguan dalam fungsi pernapasan dan fisik, dan kualitas hidup. Akibatnya, dalam studi epidemiologi, BMI digunakan untuk mengetahui kelebihan berat badan atau obesitas pada orang dewasa dan untuk memperkirakan risiko terkena penyakit. Perluh diketahui bahwa anak yang pendekpun dapat mengalami kelebihan berat badan. Maka perluh mempertahankan berat badan normal (Sirajuddin, Saifuddin. 2011).
2.1.2 WHR (lingkar pinggang dan lingkar panggul)
       WHR adalah suatu metode sederhana untuk mengetahui obesitas sentral pada orang dewasa dengan mengukur distribusi jaringan lemak pada tubuh terutama bagianpinggang dengan menmbandingkan antara ukuran lingkar pinggang disbandingdengan lingkar perut. Obesitas sentral dianggap sebagai faktor risiko yang eratkaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif (Sandjadja, 2010).
       Pengukuran rasio lingkar pinggang dan panggul yang menghasilkan indeks tinggi harus memperhatikan penyebabnya karena simpanan lemak atau otot torso yang berkembang. Jadi perlu diukur tebal lipatan kulit abdomen untuk mengetahuinya. Tujuan pengukuran lingkar pinggang dan pinggul adalah untuk mengetahui resiko tinggi terkena penyakit DM II, kolesterol, hipertensi, dan jantung. Lingkar pinggang diukur di indentasi terkecil lingkar perut antara tulang rusuk dan krista iliaka, subjek berdiri dan diukur pada akhir ekspirasi normal dengan ketelitian 0,6 cm menggunakan pitameter. Lingkar pinggul diukupenonjolan terbesar pantat, biasanya di sekitar pubic sympisis, subjek berdiri diukur menggunakan pitameter dengan ketelitian 0,1 cm (Kristanti. 2010).
       Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh ukuran umur yang digunakan adalah rasio lingkar pinggal-pinggul. Pengukuran lingkar pinggang dan lingkar pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus tetap, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang beerbeda (Sirajuddin, Saifuddin. 2011).
Rumus Waist to Hip Ratio (WHR) (Sirajuddin, 2011)
Tabel 2 : Klasifikasi Waist to Hip Ratio (WHR)
Jenis kelamin
Kelompok umur (thn)
Resiko
Low
Moderate
High
Very high
Laki-laki
20-29
< 0.83
0.83 - 0.88

0.89 – 0.94
> 0.94


30-39
< 0.84
0.84 – 0.91
0.92 – 0.96
> 0.96


40-49
< 0.88
0.89 – 0.95
0.96  – 1.00
> 1.00

Perempuan
20-29
< 0.71
0.71 – 0.77
0.77  – 0.82
> 0.82


30-39
< 0.72
0.73 – 0.78
0.79 – 0.84
> 0.84


40-49
< 0.73
0.74 – 0.79

0.80  – 0.87
> 0.87
         Sumber. Sirajuddin 2011
       Lingkar pinggang adalah ukuran antropometri yang dapat digunakan untuk menentukan obesitas sentral, dan kriteria untuk Asia Pasifik yaitu ≥ 90 cm untuk pria,dan ≥ 80 cm untuk wanita. Lingkar pinggang dikatakan sebagai indeks yang berguna untuk menentukan obesitas sentral dan komplikasi metabolik yang terkait. Lingkarpinggang berkorelasi kuat dengan obesitas sentral dan risiko kardiovaskular. Lingkarpinggang terbukti dapat mendeteksi obesitas sentral dan sindroma metabolik denganketepatan yang cukup tinggi dibandingkan indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar panggul. Bila lingkar pinggang dan kadar trigliserida untuk mendeteksi sindroma metabolik, ditemukan lingkar pinggang ≥ 90 cm dikombinasikan dengan kadar  trigliserida plasma puasa >150 mg/dl dapat mendeteksi penderita sindroma metabolik.Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan lingkar pinggang dapat digunakan sebagaipemeriksaan uji saring yang mudah, murah dan berguna untuk mendeteksi sindromametabolic (Karina, 2010).
       Seorang peneliti dari Swedia menemukan bahwa lingkar pinggang dapatdigunakan untuk mengukur resistensi insulin, dan dapat menjadi indikator yang baik untuk melihat apakah seseorang berisiko untuk terkena diabetes. Resistensi insulinmerupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara baik.Bila dilakukan pemeriksaan darah, dapat ditemukan kadar gula darah yang lebihtinggi dari normal tetapi belum sampai menjadi diabetes. Keadaaan ini disebutsebagai pra-diabetes (Karina, 2010).
       Berdasarkan tujuan pengukuran antropometri, setidak-tidaknya ada lima hal penting yang mewakili tujuan pengukuran yaitu mengetahui kekekaran otot, kekekaran tulang, ukuran tubuh secara umum, panjang tungkai dan lengan, serta kandungan lemak tubuh di ekstremitas dan di torso. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi,antropometri disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) atau berat badan menurut tinggi badan(BB/TB), lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) dan sebagainya (Barasi, 2008).
2.1.3 %BF
       Semua pengukuran tebal lemak bawah kulit sebaiknya konsisten di sisi kanan badan dan diukur tiga kali. Tebal lemak bawah kulit merupakan salah satu indeks antropometri yang digunakan dalam pengukuran status indeks antropometri untuk mengukur status gizi. Pengukuran tebal lemak bawah kulit biasanya digunakan untuk memperkirakan jumlah lemak dalam tubuh. Persentase kandungan lemak tubuh dapat dipakai untuk menilai status gizi dengan pengukuran tebal lemak bawah kulit terdiri dari beberapa tempat, yakni trisep, bisep, subskapular, suprailiaka, supraspinale, abdominal, paha depan, betis medial, dan mid aksla (Sandjadja,dkk.,2010).        
       Persentase body fat dapat diestimasi dari skinfold menggunakan persamaan secara umum atau kelompok tertentu (Sandjaja,dkk.2010).
       Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%) terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh total terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta presentase lemak tubuh dan tubuh untuk menentukan status gizi cara antropometri (Sirajuddin, Saifuddin. 2011).
        Rumus menghitung tebal lemak bawah kulit (Sirajuddin, Saifuddin. 2011):
Laki-laki 18-27 tahun
         Db = 1,0913 – 0,00116 (trisep + scapula)
     % BF = [(4,97/Db) – 4,52] x 100
Wanita 18-23 tahun
         Db = 1,0897 – 0,00133 (trisep + scapula)
     % BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Tabel 3: Klasifikasi Standar Pengukuran Tebal Lemak Bawah Kulit
Klasifikasi
Laki-laki
Wanita
Lean
< 8 %
< 13 %
Optimal
8 – 15 %
14 – 23 %
Slightly overfat
16 – 20 %
24 – 27 %
Fat
21 – 24 %
28 – 32 %
Obesitas
 25 %
 33 %
Sumber. Sirajudin 2011.

2.1.4 LILA
       Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit (Sirajuddin, Saifuddin. 2011).

Tabel 4: Ambang Batas Pengukuran LILA:
Klasifikasi
Batas Ukur
Wanita Usia Subur
KEK
< 23,5 cm
Normal
 23,5 cm
Bayi Usia 0-30 hari
KEP
< 9,5 cm
Normal
 9,5 cm
Balita
KEP
< 12,5 cm
Normal
12,5 cm
              Sumber: Sirajuddin, 2011.
       LILA mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan:
1. Status KEP pada balita
2. KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: risiko lahir bayi BBLR
       Kelemahan dari pengukuran LILA:
a.       Baku LLA yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia.
b.      Kesalahan pengukuran relatif lebih besar dibandingkan pada TB.
c.       Sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif untuk golongan dewasa.
       Pengukuran lingkar lengan atas dapat menentukan apakah seseorangmenderita KEK atau tidak. Jika, berada < 23,5 maka beresiko terkena KEK.Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanitamengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama ataumenahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Kurang gizi akutdisebabkan oleh tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup ataumakanan yang baik (dari segi kandungan gizi) untuk satu periode tertentu untuk mendapatkan tambahan kalori dan protein (untuk melawan) muntah dan mencret(muntaber) dan infeksi lainnya. Gizi kurang kronik disebabkan karena tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik dalamperiode/kurun waktu yang lama untuk mendapatkan kalori dan protein dalam jumlahyang cukkup, atau juga disebabkan menderita muntaber atau penyakit kronis lainnya(Hartono, 2008).
































BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 ALAT DAN BAHAN
      Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan digital Seca, microtoice, alat ukur tinggi lutut, pita LiLA, pita circumference, dan skinfold caliper.
3.3 PROSEDUR KERJA
a.    Pengukuran Berat Badan (BB)
1.  Responden mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal). Responden tidak menggunakan alas kaki.
2.    Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0.
3.    Responden diminta naik ke alat timbang dengan berat badan tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kaki tepat di tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca.
4.    Diperhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, usahakan agar responden tetap tenang dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan).
5.    Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan ditunggu sampai angka tidak berubah (statis).
6.   Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0.1 terdekat.
7.    Responden diminta turun dari alat timbang.
b.   Pengukuran Tinggi Badan (TB)
1.   Responden tidak mengenakan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala). Posisikan responden tepat di bawah microtoice.
2.    Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
3.   Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.
4.   Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas dan menghadap paha.
5.   Responden diminta menarik nafas panjang untuk membantu menegakkan tulang rusuk. Usahakan badan tetap santai.
6.   Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada dinding.
7.    Dibaca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.
8.   Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar. Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.
c.    Pengukuran Tinggi Lutut
1.   Responden duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk sudut 900 proximal hingga patella.
2.   Kaki diletakkan di atas alat pengukur tinggi lutut dan pastikan kaki responden membentuk sudut 900 dengan melihat kelurusannya pada tiang alat ukur.
3.   Dibaca dengan sedikit menjongkok sehingga mata pembaca tepat berada pada angka yang ditunjukkan oleh alat ukur. Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.
d.   Pengukuran Lingkar Pinggang
1.   Responden menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan.
2.  Responden berdiri tegak dengan perut dalam keadaan rileks.
3.  Pengukur menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur melingkar pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian paling kecil dari tubuh atau pada bagian tulang rusuk paling terakhir. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat.
4.    Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal dan alat ukur tidak menekn kulit.
5.    Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat
e.    Pengukuran Lingkar Panggul
1.    Responden mengenakan pakaian yang tidak terlaku menekan
2.    Responden berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi tubuh dan kaki rapat
3.    Pengukur jongkok di samping responden sehingga tingkat maksimal dari penggul terlihat
4.    Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat
5.    Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat
f.     Pengukuran Lingkar Perut
1.    Mintalah dengan cara yang santun pada  responden untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran.
2.    Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
3.    Ditetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.
4.    Ditetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis.
5.    Responden diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal).
6.    Dilakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.
7.    Pengukuran juga dapat dilakukan pada bagian atas dari pusar lalu meletekkan dan melingkarkan alat ukur secara horizontal
8.    Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi.
9.    Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1 cm.

g.    Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
1.    Penentuan Titik Mid Point Pada Lengan
1.    Responden diminta berdiri tegak.
2.    Responden dminta untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan kanan).
3.    Tekukan tangan responden membentuk 900 dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang dan menentukan titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri dan siku.
4.    Ditandai titik tengah tersebut dengan pena.
2.    Mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA)
1.    Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping badan, telapak tangan menghadap ke bawah.
2.    Diukur lingar  lengan  atas pada posisi mid  point  dengan  pita LILA menempel pada kulit dan dilingkarkan secara hotizontal pada lengan. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita.
3.    Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat
h.   Penentuan Tebal Lipatan Kulit (TLK)
1.    Petunjuk Umum
1.    Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk mengangkat kedua sisi kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm proximal dari daerah yang diukur.
2.    Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus arah garis kulit.
3.    Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai.
4.    Caliper dipegang oleh tangan kanan.
5.    Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh caliper dilepas.
2.    Pengukuran TLK Pada Tricep
1.    Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh.
2.    Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LILA).
3.    Pengukur berdiri di belakang responden dan meletakkan telapak tangan kirinya pada bagian lengan kearah tanda yang telah dibuat dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah. Tricep skinfold diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah tadi.
4.    Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm.
3.    Pengukuran TLK Pada Subscapular
1.    Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh.
2.    Tangan diletakkan kiri ke belakang.
3.    Untuk  mendapatkan  tempat   pengukuran,   pemeriksa   meraba  scapula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata samapi menentukn sudut bawah scapula.
4.    Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral) kurang lebih 450 ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula terletak pada bagain bawah sudut scapula.
5.    Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit diukur mendekati 0,1 mm.









BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
Tabel 1. Hasil Pengukuran Antropometri Kelompok 1
No.
Nama
J.K
BB
(kg)
TB
(cm)
TL
(cm)
IMT
LPI

LPA
WHR
TRICEP
(mm)
SUBSCAPULA
%BF
LILA
(cm)
1
Rio Agung
L
61,1
166,7
52
22,6
77
93
0,82
18
11
17,90
29
2
Kaimudin
L
60,0
161,6
50,5
22,9
79
93
0,84
9
9
12,30
28,7
3
Syamsul
L
59,8
171,5
54,5
20,3
68
90
0,75
11
10
13,81
27,6
4
La Ode Silfatman
L
71,3
179,5
55
22,1
79,4
99,4
0,79
18
11
17,90
28
5
Aksa Afriadi
L
47,9
153,9
47,7
20,2
65
80
0,81
5
13
12,30
23,5
6
Muhammad
L
56,0
166,9
51,1
20,1
77
89,5
0,86
15
11
16,36
25,3
7
Basri
L
62,3
161
51
24,0
73,8
93,2
0,79
11
11
14,32
28,2
8
Hardiansyah. H
L
73,3
168,1
52,1
25,9
82
96
0,85
10
13
14,83
31,5

Tabel 2 Distribusi Status Gizi Berdasarkan IMT Kelompok 1
Status Gizi
N
%
Gizi Buruk
0
0
Gizi Kurang
0
0
Gizi Baik
7
87,5
Gizi Lebih
1
12,5
Total
8
100

Tabel 3 Distribusi WHR Kelompok 1
WHR
N
%
Low
5
62,5
Moderate
3
37,5
High
0
0
Very high
0
0
Total
8
100

Tabel 4 Distribusi %BF Kelompok 1
% BF
N
%
Lean
0
0
Optimal
5
62,5
Slightly overfat
3
37,5
Fat
0
0
Obesitas
0
0
Total
8
100


Tabel 5 Distribusi LILA kelompok 1
LILA
N
%
Normal
8
100
KEK
0
0
Total
8
100

Perhitungan
Terlampir

4.2 PEMBAHASAN
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
(qt bahas mulai dari tabel 2 sampe tabel 9, dimana tabel 2 sampe 5 menggambarkan persen status gizi per indicator untuk populasi kelompok 1….sedangkan table 6 sampe 9 qt bahas mengenai hubungan antara status gizi berdasarkan IMT dengan Jenis Kelamin, WHR, %BF, Lila, apakah ad hubunganny atao tdk,,,qt bhs itu minimal 8 lembar……semangat!!!)))


Lampiran Perhitungan
Perhitungan
A.    Indeks Masa Tubuh (IMT)
            IMT =
                     =
                     =      18,1 kg/m2
B.     WHR
            WHR=   
                       =   
                       =    0,81
C.    TLK
            Db    = 1,0897 – 0,00133 (tricep+scapula)  (untuk cewek)
            Db    = 1,0897 – 0,00133 (35)
                     = 1,04315
            %BF = [(4,76/Db)-4,28] x 100
                     = [(4,76/1,04315)-4,28]x100
                     =28,3.




Daftar pustaka antropometri
Asmayuni. 2009. Kegemukan (Overweight) pada perempuan umur 25-50 tahun (dikota Medean Panjang Tahun 2009). Di akses tanggal 29 Juni 2013.
Barasi, Mary E. 2008. At A Glance Imu Gizi. Jakarta: Erlangga.
Harna. 2011. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. http://www.scribd.com/doc/111545822/Laporan-PSG-Antropometri. di akses tanggal 29 juni 2013.
Karina, Esa. 2010. Besar Resiko Lingkar pinggang Pinggul dan Asupan Natrium Terhadap Kejadian Hipertensi.  Cermin Dunia Kedokteran. XXI: 239-298.
Karmegam, dkk., 2011. Antropometrik studi di kalangan orang dewasa yang berbeda etnis di Malaysia.
Kesehatan Masyarakat. II : 14-38 Hartono, Andry. 2008. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC.
Kristanti. 2010. Penakit Akibat Kelebihan dan Kekurangan Vitamin, Mineral dan Elektrolit. Yogyakarta : Citra Pustaka.
Sandjadja dkk. 2010. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas.
Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara Biokimia dan Antropometri. Makassar: Universitas Hasanuddin


 






























 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar